DPD RI Apresiasi Keberanian Pemkab Kukar Tanggapi UU HKPD Yang Belum Berkeadilan!
Ketua Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD RI Dr. Dedi Iskandar Batubara mengapresiasi atas keberanian Pemkab Kutai Kartanehgara (Kukar) menanggapi kebijakan UU No.1 Tahun 2022 Tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) terhadao peningkatan kualitas belanja daerah serta pengahruhnya terhadap optimalisasi pendapatan daerah yang dirasa belum berkeadilan bagi daerah, bahkan berpotensi pendapatan keuangan pemkab Kukar akan kehilangan hingga ratusan miliar lebih.
“Saya mengapresiasi atas keberanian pemkab Kukar melalui Sekda Kukar (Sunggono-red) yang sudah memeberikan pandangannya dan curahan serta aspirasi masyarakat Kukar dalam memperjuangkan hak-hak dari pendapatan daerah,” apresiasi Dedi Iskandar saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Perimbangan Keuangan dan Pembagian Kewenangan Pusat dan Daerah bersama Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI di Ruang Rapat Mataram Lantai II Gedung B DPD RI, Rabu (11/1/2023) Jakarta.
Bahkan Dedi juga sangat setuju dengan usulan Sekda Kukar agar membahas dan menindaklanjuti permasalahan daerah terkait UU HKPD dengan mengundang kepala daerah lainnya serta kementerian terkait duduk bersama.
“Saya rasa ini mesti ditindaklanjuti dalam masa sidang 1-10 mendatang sehingga persolan-persoalan di daerah dapat didengar pemerintah pusat dan bisa melakukan perubahan kebijakan atas UU KHPD yang sama sekali tidak memberikan dampak bagi daerah bahkan berpototensi kehilangan pendapatannya,” ujarnya yang juga diapresiasi oleh anggota DPD RI lainnya.
Sebelumnya disampaikan Sekda Kukar Dr Sunggono mengatakan bahwa UU HKPD tersebut berpotensi menghilangkan pendapatan daerah Kukar dan dirasa tidak berkeadilan bagi daerah.
Dimana perimbangan keuangan pusat-daerah dengan perbandingan pengaturan UU 33/2024 dengan jenis DBH terdiri pajak (DBH PPh, DBH PBB dan DBH BPHTB), DBH SDA (kehutanan, pertambangan umum, perikanan, Migas dan Panas Bumi).
Pengalokasian by origin (Daerah penghasil mendapat lebih besar, bagian kabupaten/kota pemerataan dialokasikan oleh pemerintah pusat, realisasi penerimaan negara tahun berjalan dan dibagi berdasarkan proporsi tertentu.
Kemudian UU No.1/2022 dengan jenis DBH Pajak (DBH PPh, DBH PBB dan DBH CHT. DBH SDA (kehutanan, minerba, minyak dan gas, panas bumi dan perikanan). Pengalokasian berdasarkan realisasi T-1 (menjaga kepastian alokasi bagi pemda), dialokasikan kepada daerah penghasil, daerah sekitar daerah perbatasan langsung dan daerah pengolah. Opsi perubahan porsi DBH dan DBH jenis lainnya (diatur lebih lanjut dengan PP setelah berkontribusi dengan DPR).
“Artinya integrasi DBH CHT kedalam UU HKPD sebelumnya diatur dalam UU Cukai), Penghapusan BPHTB, karena BPHTB sudah menjadi pajak daerah sejak UU 28/2009 tentang PDRD. Alokasi berdasarkan realisasi penerimaan negara T-1 dengan tujuan memberikan kepastian alokasi,” demikian jelas Sunggono. (Prokom10)