Kukar Hadiri Pertemuan Program Pengurangan Emisi REDD+
Kabupaten Kutai Kartanegara mengikuti South South Exchange (SSE) 2024 pada Proyek GCF Indonesia REDD + RBP Period 2014-2016, Senin (30/9/24) di Hotel Novotel Balikpapan
Acara dibuka oleh Pj Gubernur Kaltim Akmal Malik dan dihadiri juga oleh Dr. Aretha Aprilia, Kepala Unit Lingkungan, UNDP Indonesia dan Dr. Joko Tri Haryanto, Direktur Utama Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup sebagai Narasumber
Acara yang mempertemukan para delegasi dari berbagai negara yakni Brazil, Ekuador, Indonesia, Kamboja, Kosta Rika, dan Republik Demokratik Kongo untuk menciptakan peluang kemitraan dalam mempercepat aksi iklim global demi mengurangi khususnya dari sektor kehutanan (Forest and Other Land Use/FOLU) di Negara yang berpartisipasi dalam kerja sama Selatan-Selatan.
Menurut Pj Gubernur Kaltim Akmal Malik SSE 2024 merupakan wadah bagi negara-negara peserta untuk bertukar wawasan, berbagi pengalaman dan memperkuat kerja sama dalam pengelolaan program pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation/REDD+) dengan pendanaan Pembayaran Berbasis Hasil (Results-Based Payments/RBP) di bawah skema Green Climate Fund (GCF) serta skema pendanaan iklim lainnya.
Menurutnya, Indonesia telah menunjukkan keberhasilan implementasi REDD+ yang meliputi dua proyek di Tingkat Nasional dan dua proyek Sub-Nasional dengan Memperoleh insentif program REDD+ RBP dengan memperoleh pendanaan sebesar 1 03,78 juta US dollar dari Green Climate Fund (GCF) pada tahun 2014 sampai dengan 2016 . Sebagai bentuk upaya pengurangan emisi yang lebih ambisius, Indonesia juga telah menetapkan Program FOLU Net Sink untuk mencapai target NDC sektor FOLU sebesar 60% pada 2030, Kerja sama Bilateral Indonesia-Norway (RBC) dengan target pengurangan emisi 11,7 juta tCO2e (2016-2017) + 20 juta tCO2e (2017-2019) bernilai USD 56 juta + USD 100 juta, serta 2 proyek, FCPF Carbon Fund di Provinsi Kalimantan Timur dengan target pengurangan emisi 22 juta tCO2e (2019-2024) senilai USD 110 juta dan BioCF-ISFL di Provinsi Jambi dengan target pengurangan emisi sebesar 14 juta tCO2e (2020-2025) senilai USD 70 juta.
Sebagai salah satu pelopor dalam inisiatif REDD+, Indonesia juga telah menunjukkan keseriusannya dalam melakukan pengelolaan hutan berkelanjutan. Pada tahun 2007, Indonesia menjadi tuan rumah dan memfasilitasi negosiasi pada United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) Conference of the Parties ke-13 di Bali. Melalui pertemuan ini, Indonesia memainkan peran penting karena untuk pertama kalinya konsep REDD+ dikembangkan untuk mencakup pengelolaan hutan berkelanjutan, dan peningkatan karbon stok hutan, serta mendorong adanya insentif pendanaan bagi negara-negara yang berhasil menunjukkan kinerja pengurangan emisinya.
Manfaat dari insentif yang didapatkan Indonesia diperuntukkan untuk mendukung kembali implementasi REDD+ dengan mengacu pada Strategi Nasional (STRANAS) REDD+. Program REDD+ yang dituangkan dalam STRANAS tersebut akan dihitung kontribusinya terhadap capaian target NDC yang selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2019–2024.(prokom 08)