Prosesi Merangin, Gerbang Komunikasi “Alam Lain”
SELAMA upacara adat Erau berlangsung, beberapa prosesi sakral digelar pihak Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura. Salah satunya adalah Merangin.
“Merangin adalah salah satu adat wajib dilakukan setelah Menjamu Benua dan Sultan menjalani prosesi Beluluh (pensucian.red) dan mulai Betuhing (menjalani pantangan), acara ini suatu gerbang komunikasi yang di lakukan dengan alam sebelah bahwa Erau akan dimulai, ” ujar Raden Dedi melalui jejaring sosialnya.
Jadi Merangin dilakukan sejak tiga hari sebelum Erau di resmikan dengan mendirikan Tiang Ayu, dan setiap malam sebelum prosesi sakral Bepelas, kecuali Kamis malam atau malam Jumat. Demikian juga yang terlihat pada Senin (26/9) malam sebelum Bepelas malam ke dua.
Merangin dilakukan oleh para Belian (pria abdi khusus ritual) dan Dewa (wanita abdi khusus ritual), yang membacakan Memang (mantera), sambil mengelilingi romba atau binyawan, sambil sesekali berputar dengan cepat menaiki alat ritual mirip selinder besar yang dililiti janur kelapa yang dapat berputar pada porosnya.
Merangin tersebut dimulai sejak pukul 20.00 WITA dipusatkan di Serapo Belian yaitu bangunan kayu beratap daun nipah yang terletak di samping depan halaman Keraton Kesultanan Kutai atau Museum Mulawarman Tenggarong.
Ritual Merangin ini diawali dengan pembacaan Memang oleh salah satu dari Belain yang mengelilingi Binyawan yang diletakkan di tengah bangunan. Sementara, pimpinan Dewa ikut dalam lingkaran tersebut membakar kemenyan tampak sesekali
menghamburkan beras kuning.
Binyawan adalah alat utama dalam ritual Merangin berbentuk tiang terbuat dari bambu, dan dibalut janur kuning yang disusun dari bawah hingga ke atas sebanyak 7 tingkat. Di bagian atas Binyawan terdapat replika burung enggang yang terbuat dari kayu. Sementara di bagian bawahnya terdapat replika kura-kura yang juga dibuat dari kayu.
Peralatan lainnya yaitu di sisi pinggiran dalam Serapo Belian terdapat dua ayunan yang terbuat dari kayu dengan rotan sebagai penggantungnya. Salah satu ayunan diukir dengan ornamen Buaya yang disebut Romba, sedangkan satu ayunan lagi disebut Ayun Dewa.
Bunyi tetabuhan gendang dan gong berirama monoton yang terus mengalun mengiringi ritual itu, menambah suasana magis semakin terasa dalam upacara adat itu. Apalagi ketika para Belian mulai berputar mengelilingi Binyawan yang diletakkan di tengah bangunan.
Ketika para Belian terus berlari keliling sambil memegangi batang Binyawan, tiang Binyawan itu pun ikut berputar pada sumbunya. Para Belian tampak sesekali menaiki alat ritual yang berputar makin lama makin cepat itu.
Sementara itu, para Dewa sesekali melempar beras kuning ke arah para Belian terus berputar mengelilingi alat ritual dengan cepat.
Upacara adat Merangin Malam ini diakhiri dengan tarian Dewa Bini yang juga ikut mengelilingi Binyawan. Namun berbeda dengan para Belian, tarian Dewa ini dibawakan secara lemah gemulai.
Setelah itu para Dewa dan Belian naik menuju Keraton untuk menjalankan prosesi Bepelas. (Prokom04)