Sakralnya Prosesi Bepelas Pada Upacara Adat Erau
Tenggarong – Setiap malam pada pelaksanaan upacara adat Erau (kecuali Kamis malam), Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura melaksanakan prosesi Bepelas.
Pada malam ke dua pelaksanaan Erau, Senin (26/9) malam di Keraton atau Museum Mulawarman Tenggarong, Bepelas dihadiri Asisten III Pemkab Kukar Totok Heru Subroto, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Alpian Noor, Camat Loa Kulu Adriansyah, Camat Muara Muntai Murjani, mereka datang bersama isteri, serta hadir juga Teruna Dara dan Duta Wisata Kukar.
Prosesi sakral tersebut dilaksanakan setelah ritual Merangin oleh Dewa (abdi khusus ritual wanita) dan Belian (abdi khusus ritual pria) di Serapo Belian di halaman Keraton. Belian dan Dewa memasuki ruang Stinggil Keraton lalu mengelilingi Tiang Ayu beberapa kali sebelum duduk bersila di sisi tempat ritual utama menghadap singgasana Sultan.
Bepelas dimulai dengan pembacaan mantra oleh Dewa di belakang Tiang Ayu, lalu lima orang Dewa mulai menari mengitari Ayu. Selanjutnya, giliran Kerabat Kesultanan pria menari diikuti undangan yang didaulat menari bersama tarian Ganjur yang bermakna menjaga Ayu, tak ketinggalan Asisten III Totok Heru Subroto juga ikut menari dengan properti gada ini.
Tiang Ayu atau Rebak Ayu adalah pusaka berupa tombak bernama Sangkoh Piatu, yang merupakan senjata Raja pertama kerajaan Kutai Ing Martadipura di Jahitan Layar yaitu Aji Batara Agung Dewa Sakti. Pada Tiang Ayu disematkan Tali Juwita dan Kain Cinde, janur kuning, daun sirih dan buah pinang yang dibungkus kain kuning, merupakan lambang kerahayuan.
Setelah tari-tarian disuguhkan, Sultan Kutai Kartanegara Ing Martadipura Aji Muhammad Arifin yang berada di ruang tengah Keraton dijemput para kerabat bersama seorang peniup seruling, untuk menuju ruang Stinggil menjalani Bepelas.
Setelah berdiri di depan Tiang Ayu, diiringi mantra oleh Belian, Sultan memegang tali juwita dan tali cinde yang menggambarkan rakyat di satu sisi dan kerabat di sisi lain, melangkah menuju Gong Raden Galuh diawali menginjak pusaka Batu Tijakan. Sultan kemudian menginjakkan kaki di Gong Raden Galuh, yang dilakukan dua kali sesuai malam pelaksanaan Erau. Saat Sultan menaruh kaki di Gong itu, terdengar ledakan meriam di arah dermaga Keraton sebagai tanda Sultan sedang menjalani Bepelas.
Bepelas bermakna untuk meningkatkan spirit raga dan sukma Sultan dari ujung rambut sampai ujung kaki, agar dapat memimpin rakyat dengan sebaik-baiknya dengan berwibawa.
Setelah Bepelas, Sultan lalu mengajak para tamu ke ruang tengah untuk makan malam bersama di ruang tengah Keraton. Sementara, di ruang stinggil dan beranda Keraton Dewa dan Belian melanjutkan prosesi Menggoyak Rendu sambil membaca mantra, mengambil air di dermaga, dan tari Dewa Besaong Manok.
Kemudian setelah jamuan makan, Sultan bersama tamu kembali ke ruang Stinggil untuk menyaksikan persembahan tari – tarian, para tamu juga ikut didaulat menari bersama Kerabat Kesultanan, diantaranya untuk wanita menari Tari Kanjar Bini, dan Kanjar Laki bagi pria menutup rangkaian prosesi pada malam itu. (Prokom04)