Kadis PMD Kukar Hadiri Rakernis Pemberdayaan MHA se-Kaltim 2023
Tenggarong – Kepala Dinas (Kadis) Pemberdayaan Masyarakat Dan Desa (PMPD) Kutai Kartanegara (Kukar) Arianto mengikuti rapat kerja teknis pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat (MHA) Provinsi Kaltim tahun 2023, bertempat di Aston Samarinda Hotel & Convention Center, Selasa (21/11/2023).
Kegiatan bertema “Sinergi Dan Kolaborasi” yang diprakarsai oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat Dan Desa (DPMD) Kaltim tersebut, dirangkai dengan diskusi panel oleh peserta Rakernis dengan para narasumber dari direktur penanganan konflik tenurial dan hutan adat, Perkumpulan Padi, serta dari Bioma.
Arianto mengatakan di Kukar sendiri terkait peraturan daerah tentang MHA sedang dalam proses harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), dimana hal tersebut menurutnya masih menjadi kendala dalam melaksanakan tindak lanjut maupun percepatan dari pembentukan MHA di Kukar.
Lebih lanjut, dirinya mengatakan melalui Permendagri nomor 52 tahun 2014 Tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan masyarakat Hukum Adat, tidak diamanatkan adanya perda kabupaten, namun menurutnya apabila berdasarkan Peraturan Daerah (PERDA) Provinsi Kalimantan Timur Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat di Provinsi Kalimantan Timur diamanatkan.
“Melalui forum ini itu perlu kita luruskan, tadi juga disampaikan narasumber untuk membentuk tidak perlu regulasi seperti ini, jadi ini kita harus satu pemahaman sehingga ini tidak bias kemana-mana,” ujar Arianto.
Arianto mengatakan, kedepan apabila pemerintah daerah bisa terus berproses dalam percepatan dari pembentukan MHA tanpa menunggu perda seperti yang diamanatkan dalam perda nomor 1 tahun 2015 Provinsi Kaltim, maka proses percepatan pembentukan MHA akan terus berproses.
“Karena sangat sensitif dalam hal kita membentuk MHA ini, pasti nanti banyak yang pro dan kontra, banyak hal yang menimbulkan apa namanya gejolak itu, mungkin juga bisa disalah artikan nanti masyarakat hukum adat nanti bila kita bentuk,” ujarnya.
Karena menurutnya, apabila kedepannya dalam pembentukan MHA tersebut telah menggunakan regulasi yang jelas maka nantinya apabila terdapat hal-hal yang tidak di inginkan bisa ditangkal berdasar regulasi tersebut.
“Ketika regulasi yang kita gunakan itu jelas maka kita bisa mengcounter (Menangkal-red) terhadap hal-hal negatif atau hal-hal yang tidak kita inginkan terhadap pembentukan MHA,” timpalnya.
Menurutnya, di Kukar sendiri potensi MHA telah dilakukan inventarisasi dan identifikasi, yang mana menurutnya hal itu disambut sangat antusias oleh para kepala desa untuk pembentukan MHA tersebut, terutama di wilayah-wilayah hulu Mahakam Kabupaten Kukar.
Namun demikian dirinya berharap, kedepan dalam pembentukan MHA tersebut jangan sampai menjadi preseden buruk dikemudian hari, dan disalah gunakan sehingga menimbulkan gejolak di Kaltim yang telah terkenal sebagai daerah paling kondusif se-Indonesia.
“Di Kukar apa yang telah kami lakukan betul-betul ketat, karena jangan sampai nanti pembentukan MHA ini menjadi preseden buruk dikemudian hari, disalahgunakan sehingga menimbulkan gejolak, Kalimantan Timur ini harus kita jaga, karena Kalimantan Timur ini adalah daerah yang paling Kondusif se-Indonesia, ini jangan sampai nanti terbentuknya masyarakat hukum adat menimbulkan gejolak-gejolak yang membuat berita baru Kalimantan Timur itu tidak kondusif,” pungkasnya.
Berkenaan dengan itu, dirinya berharap seluruh stakeholder penggiat masyarakat hukum adat yang ada di Kaltim untuk bersama-sama memikirkan, merumuskan, dan menjaga bersama-sama sehinggal hal yang tidak diinginkan bersama tersebut bisa minimalisir.
“Semangat mengakui masyarakat hukum adat wajib, tapi harus dijaga jangan sampai ketika terbentuknya masyarakat hukum adat, ini bisa menimbulkan gejolak, menimbulkan tidak kondusifnya Kalimantan Timur,” harapnya.(prokom07).