Inilah 5 Poin Penting Arahan Presiden RI Terkait Pencegahan Karhutla
Presiden RI Joko Widodo (Credit Foto: irw/Prokom)
TENGGARONG – Presiden RI Jokowi mengundang semua jajajaran lembaga tinggi negara, pemerintahan Gubernur, Bupati/Walikota se-Indonesia termasuk Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) diwakilkan Asisten I Setkab Ahmad Taufik Hidayat dalam rangka mendengarkan pengarahan kepala negera terkait pencegahan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) secara virtual di Ruang Vidcom Kantor Bupati, Tenggarong, Senin (22/2/2021).
“Saya tekankan lagi beberapa hal yang harus Saudara-saudara lakukan dalam upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan, tadi sudah disampaikan sebetulnya secara detail oleh Pak Menko Polhukam, saya ulangi. Yang pertama, prioritaskan upaya pencegahan. Ini pencegahan harus diprioritaskan, jangan terlambat. Sekali lagi, pencegahan diprioritaskan,” kata Presiden dalam arahannya.
Selanjutnya, Jokowi juga meminta agar manajemen lapangan harus terkonsolidasi dan terorganisasi. Artinya, di desa itu kalau ada api kecil itu sudah harus memberitahukan, agar segera bisa tertangani di depan. Bukan sudah terlanjur besar baru ketahuan, sulit memadamkannya. Semua harus digerakkan untuk melakukan deteksi dini, monitoring di area-area yang rawan hotspot. Saya kira kita sudah tahu ini, kita sudah mengerti semuanya, di mana sih yang rawan? Di mana sih yang harus diwaspadai? Dan update informasi setiap hari sehingga kondisi harian di lapangan itu terpantau harian. Kondisi di lapangan terpantau setiap hari.
“Manfaatkan teknologi untuk monitoring ini, dan pengawasan dengan sistem dashboard. Hati-hati, begitu kebakaran meluas, itu kerugian tidak hanya juta atau miliar (rupiah), saya pastikan larinya pasti ke angka triliun (rupiah), ini hati-hati. Belum kerusakan ekologi, ekosistem kita,” ujarnya.
Yang kedua, lanjut Jokowi, infrastruktur monitoring dan pengawasan harus sampai tingkat bawah. Saya melihat dulu di Riau, saya lihat bagus, Polda memiliki sebuah aplikasi teknologi yang bisa cek sampai bawah. Hal-hal seperti itu yang harus kita lakukan.
Libatkan babinsa, babinkamtibmas, dan kepala desa dalam pencegahan kebakaran hutan ini. Berikan pendidikan, edukasi yang terus menerus kepada masyarakat, kepada perusahaan, kepada korporasi, terutama di daerah yang dengan kecenderungan peningkatan hotspot. Ajak tokoh agama, ajak tokoh masyarakat untuk ikut menjelaskan kepada masyarakat akan bahaya kebakaran hutan dan kebaaran lahan bagi kesehatan, dan juga dampak ekonomi yang tidak kecil.
Yang ketiga, kita perlu mencari solusi yang permanen untuk mencegah dan menangani kebakaran hutan dan lahan ini untuk tahun-tahun yang akan datang, karena apa? 99 persen kebakaran hutan itu adalah ulah manusia, baik itu yang disengaja maupun yang tidak disengaja, karena kelalaian. Dan motif utamanya selalu satu, ekonomi. Karena saya tahu, pembersihan lahan itu lewat pembakaran adalah cara yang paling murah. Tapi ini sudah, sekali lagi, harus dimulai edukasi kepada masyarakat, kepada perusahan, korporasi. Tidak, ini harus ditata ulang kembali, cari solusi agar korporasi dan masyarakat membuka lahannya tidak dengan cara membakar.
Keempat, penataan ekosistem gambut dalam kawasan hidrologi ambut harus terus dilanjutkan. Saya sudah perintahkan kepada Badan Restorasi Gambut dan Mangrove untuk ini menjadi fokus di kawasan hidrologi gambut. Pastikan permukaan air tanah tetap terjaga dalam kondisi yang tinggi. Buat banyak embung, buat banyak kanal, buat sumur bor, dengan berbagai teknik pembasahan lainnya sehingga yang namanya lahan gambut tetap basah. Kita sudah mengerti semuanya, saya enggak perlu menjelaskan mengenai ini.
Yang kelima, saya ulang lagi, jangan biarkan api membesar. Jangan terlambat sehingga sulit dikendalikan. Kelima ini penting. Jangan biarkan api membesar, jangan terlambat sehingga sulit dikendalikan. Sehingga kita semuanya ini harus tanggap. Gubernur, bupati/wali kota tanggap. Pangdam, danrem, dandim tanggap. Kapolda, kapolres tanggap. Ini sebetulnya hanya respons yang cepat saja kok. Kalau kita merespons, api baru kecil, rampung.
Jika diperlukan melakukan pemadaman melalui operasi udara atau waterbombing, ini sudah sering kita lakukan. Tetapi kalau bisa jangan sampai. (Api) kecil langsung disiram, sudah mati, di darat saja. Karena waterbombing ini juga butuh duit gede, anggarannya gede. Tapi kalau sudah terlambat, ya mau tidak mau kita pakai itu.
Terakhir, saya minta langkah penegakan hukum dilakukan tanpa kompromi. Ini saya kira Pak Kapolri sudah tahu lah apa yang harus dilakukan di sini, karena kita sudah pengalaman yang kemarin-kemarin sudah melakukan itu. Penegakan hukum yang tegas kepada siapapun yang melakukan pembakaran hutan dan lahan, baik itu di konsesi milik korporasi, milik perusahaan, maupun di masyarakat, tapi ini pun semuanya sudah tahu, sehingga ada betul-betul efek jera. Terapkan sanksi yang tegas bagi pembakar hutan dan lahan baik sanksi administrasi, perdata, maupun pidana.
“Jangan sampai kita ini malu di ASEAN Summit, pertemuan negara-negara ASEAN, ada satu-dua-tiga negara yang membicarakan lagi mengenai ini. Dalam lima tahun ini sudah enggak ada. Jangan sampai dibuat ada lagi, saya titip itu. Malu kita. Dipikir kita enggak bisa menyelesaikan masalah ini. Bisa! Tadi sudah disampaikan Pak Menko Polhukam, sudah turun 48 persen, kalau bisa ditingkatkan lagi dari angka itu,” demikian arahannya. (Prokom10)