Prof Siti Zuhro: Sekda Berpeluang Sebagai Penjabat Kepala Daerah!
JAKARTA – Peneliti Ahli Utama Badan Riset Nasional (BRIN) Prof. R. Siti Zuhro, MA, PhD mengatakan bahwa Sekretaris Daerah (Sekda) berpeluang sebagai kepala daerah. Hal tersebut disampaikannya dalam diskusi publik Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Forum Sekretaris Daerah Seluruh Indonesia (Forsesdasi) yang juga dihadiri oleh Sekda Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) Dr. H. Sunggono di Hotel Mercure Sabang Jakarta, Jumat (24/8/2023).
Dalam diskusi itu, Prof Siti menyebutkan Sekitar 271 penjabat Gubernur, Bupati dan Walikota diisi oleh Penjabat Kepala Daerah (PKD) karena tahun 2022 hingga 2023 tidak ada Pilkada.
Apa dampaknya terhadap pembangunan daerah dan kehidupan politik lokal? Apakah jamak bila penjabat memegang jabatan 2 tahun lebih, sementara proses untuk menjadi kepala daerah harus mengikuti pilkada yang dipilih langsung oleh rakyat.
“Dengan hadirnya penjabat sementara yang akan memegang kekuasaan untuk waktu yang lama, apakah hal ini baik untuk Pemda DPRD dan masyarakat daerah?,” tanya Prof Siti.
Bahkan kata Siti, kepala daerah sebagai pemimpin daerah tidaklah hanya figure penguasa, tapi juga sosok teladan/panutan bagi rakyat daerah, karena itu, ia akan senantiasa disorot dan dijadikan acuan masyarakat. Pertanyaan utamanya adalah apakah dengan kepemimpinan PKD yang sangat lama itu akan menjamin akuntabilitas, akseptabilitas, achievement dan netralitasnya?
Apakah pilkada serentak 2024 akan menjadi tiang pancang bagi perbaikan kualitas pemerintah daerah, kualitas tata kelola pemerintahan yang baik? tanya prof Siti lagi.
Berdasarkan hal tersebut Prof Siti juga menyebutkan bahwa urgensi keberadaan Pj.KDH sesuai Undang-undang No.10/2016 dan Permendagri 74/2016 menyebutkan bahwa memastikan fungsi penyelenggaraan pemerintahan daerah berjalan efektif (administrasi pemda, pelayanan publik), program pembangunan, dan sosial kemasyarakatan).
Memastikan peran dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemilu/pilkada serentak di daerah dilakukan sebaik mungkin, berkoordinasi dengan KPUD dan Bawaslu. Memastikan daerah dalam situasi dan kondisi yang kondusif dan dilaksanakan bersama-sama dengan pimpinan daerah dan para tokoh serta pemuka agama.
“Jadi, jabatan kepala daerah tidak boleh kosong. Karena itu harus segera diisi untuk memastikan fungsi penyelenggaraan pemerintahan berjalan,” ujarnya.
Adapun fungsi sekda adalah membantu kepala daerah dalam penyusunan kebijakan dan pengkoordinasian administratif dalam pelaksanaan tugas perangkat daerah serta pelayanan administratif. sekda berada dibawah dan bertanggungjawab kepada kepala daerah.
“Dengan tusi seperti itu, tepat kiranya bila sekda diusulkan menjadi PKD. Ini dilakukan agar tidak mengganggu pelaksanaan tugas Aparatur Sipil Negara (ASN) di daerah dan demi kesuksesan persiapan penyelenggaraan pemilu 2024,” ujarnya.
Selain itu tambah Siti, opsi PKD diisi langsung oleh sekda ini dimaksudkan agar tidak mengganggu pelaksanaan tugas dan fungsi para ASN dalam melaksanakan program pembangunan nasional, pelayanan publik, serta kesuksesan persiapan penyelenggaraan pemilu dan pilkada 2024.
“Bila sekda jadi Pj Gubernur, lantas bagaimana posisi sekdanya? Karena Pj Gubernur harus berasal dari eselon 1 (sekda). Perpres 3/2018 dan Permendagri 91/2019, JPT diangkat Pj Sekda bila sekdanya kosong. Bila Pj Gubernur, hilang jabatan sekdanya, status Pj Gubernurnya bagimana?,” tanya Prof Siti lagi.
Untuk itu, tambah Siti, diusulkan bahwa ASN yang diangkat menjadi Pj kepala daerah dinonaktifkan lebih dahulu dari jabatn utamanya. Menurutnya, langkah itu penting agar ASN terkait bisa fokus dalam melaksanakan tugas sementara sebagai kepala daerah.
“Birokrasi sebagai roda pembangunan dan wadah pemersatu NKRI perlu dipimpin oleh figure yang tepat dan mampu memajukan serta menyejahterakan Indonesia, sehingga prinsip otonomi daerah, tata kelola pemerintahan yang baik, dan pilkada yang berkualitas yang diawali dengan penunjukan penjabat kepala daerah yang tepat dan amanah menjadi salah satu kesatuan yang utuh yang perlu diwujudkan menyongsong pemilu 2024 agar daerah tetap bisa membangun dan masyarakatnya berdaya serta sejahtera,” kataya.
“Penunjukan penjabat kepala daerah harus dilakukan secara terukur dan memacu pada peraturan yang ada agar tidak menimbulkan resistensi daerah dan masyarakat serta polemik yang berkepanjangan yang hanya akan merugikan daerah dan masyarakatnya,” demikian jelas Prof Siti Zuhro mengakhiri. (Prokom10)