Sampaikan Nota Keuangan Rancangan APBD-P 2023, Wabup: Perubahan Juga Karena Perkembangan Tak Sesuai Asumsi KUA
Tenggarong, Wakil Bupati (Wabup) Kutai Kartanegara H Rendi Solihin menyebutkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, yang menjadi dasar Perubahan APBD adalah Laporan Realisasi Semester Pertama Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
Hal itu disampaikan saat membacakan nota keuangan rancangan Perubahan APBD (P-APBD) tahun anggaran 2023 dalam rapat paripurna ke 3 masa sidang I di ruang sidang utama gedung DPRD Kutai Kartanegara (Kukar), Senin (28/8/2023).
Rapat dipimpin Ketua DPRD Abdul Rasid dan dihadiri sebanyak 32 anggota DPRD, unsur Forkompinda dan para Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dilingkup Pemkab Kukar.
Wabup Rendi juga mengatakan perubahan APBD juga dapat dilakukan apabila terjadi perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi Kebijakan Umum Anggaran (KUA), keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar organisasi, antar unit organisasi, antar program, antar kegiatan, dan antar jenis belanja, keadaan yang menyebabkan SiLPA tahun anggaran sebelumnya harus digunakan dalam tahun anggaran berjalan, keadaan darurat, dan/atau keadaan luar biasa.
“Perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi KUA dapat berupa pelampauan atau tidak tercapainya proyeksi pendapatan daerah, pelampauan atau tidak terealisasinya alokasi belanja daerah, dan/atau perubahan sumber dan penggunaan pembiayaan daerah yang diformulasikan kedalam rancangan perubahan KUA serta perubahan PPAS berdasarkan perubahan RKPD” terangnya.
Disebutkannya rancangan perubahan APBD tahun anggaran 2023, secara garis besar meliputi: Pendapatan asli daerah masih sebesar Rp.640 miliar, pendapatan transfer menjadi sebesar Rp.8,3 triliun, diantaranya berasal dari Penetapan Kurang Bayar baik dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi.
Pendapatan transfer terdiri :
1) Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat menjadi sebesar Rp.7,5 triliun.
2) Pendapatan Transfer Antar Daerah menjadi sebesar Rp.799 miliar, yang terurai atas Pendapatan Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan.
“Sedangkan Lain-Lain pendapatan daerah yang sah menjadi sebesar Rp. 10 miliar. Diantaranya merupakan pendapatan Dana Reducing Emission from Deforestration dan Forest Degradation (REDD+) Result Based Payment” jelasnya.
Dijelaskan Wabup Rendi bahwa adanya penyesuaian pendapatan daerah berpengaruh pada belanja daerah, sehingga belanja daerah secara ringkas terdiri : belanja operasi menjadi sebesar Rp. 6,5 triliun yang terurai atas : belanja pegawai menjadi sebesar Rp.1,9 triliun,
belanja barang dan jasa menjadi sebesar Rp.4,2 triliun, belanja subsidi menjadi sebesar Rp.307 juta, belanja hibah menjadi sebesar Rp.324 miliar, belanja bantuan sosial menjadi sebesar Rp.44 miliar.
Sementara itu untuk belanja modal menjadi sebesar Rp.4,2 triliun, yang terurai atas : belanja modal tanah menjadi sebesar Rp.68 miliar, belanja modal peralatan dan mesin menjadi sebesar Rp.1,3 triliun, belanja modal gedung dan bangunan menjadi sebesar Rp.1,05 triliun, belanja modal jalan, Jaringan dan Irigasi menjadi sebesar Rp.1,65 triliun.
Untuk belanja modal aset tetap lainnya menjadi sebesar Rp. 49 miliar dan belanja modal Aset Lainnya menjadi sebesar Rp.9,1 miliar, kemudian belanja Tidak Terduga menjadi sebesar Rp.21,2 miliar.
“Hal ini dikarenakan terjadi pergeseran anggaran dimana salah satunya digunakan dalam rangka pengendalian inflasi daerah,
belanja transfer menjadi sebesar Rp.878 miliar, dan belanja ini merupakan pengeluaran uang dari pemerintah daerah kepada pemerintah daerah lainnya dan/atau dari pemerintah daerah kepada pemerintah desa dalam bentuk belanja bantuan keuangan” paparnya. (Prokom01).